Jumat, 02 Oktober 2009

Bisnis dengan idealisme = Profesional

Jumat, 02 Oktober 2009

Prinsip bisnis dalam Islam lahir dari sebuah postulat atau aksioma Al Quran yang melatarbelakangi prinsip-prinsip ketauhidan, keadilan, kebebasan (ikhtiar), hasil yang baik, pertanggungjawaban dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. Dalam bisnis Islam juga diharuskan adanya paradigma berpikir syumul akan Islam sebagai rambu-rambu bisnisnya, yang sebelumnya setiap orang harus mengakui adanya konsep Islam adalah way of life. Ruh ini, tidak bisa lepas dan tidak bisa ditawar dalam setiap perjalanan hidup manusia tanpa terkecuali bisnis.

Banyak lika-liku bisnis yang tidak sedikit dari manusia terjerumus di dalam lembah perangkap syetan, karena hawa nafsu atau memang karena sangat tipis benang merah yang membedakan bisnis yang benar sesuai Islam maupun tidak. Sepertihalnya ketika umat Yahudi menyebutkan riba itu sama dengan jual beli, dan Allah Azza wa Jalla menegaskan bahwa riba adalah haram dan jual beli adalah halal.


Dalam dekade ini, dunia mulai melirik gaya spiritualitas dalam bisnis. John Naisbit dan Patricia Aburdene dalam Megatrends 2000 mencatat bahwa banyak perusahaan multinasional dan perusahaan yang memproduksi merek-merek dunia telah mengeluarkan dana tidak kurang 4 Miliar dolar AS per-tahun untuk membayar para konsultan yang dikenal sebagai bagian kecenderungan spiritualitas baru, New Age. Sebanyak 67.000 pegawai Pasific Bell di California telah mengikuti pelatihan Krone, yakni sejenis pelatihan ala New Age ini. Demikian pula halnya dengan perusahaan kelas dunia seperti Procter and Gamble, TRW, Ford Motor Company, AT&T, IBM, dan General Motors. Sejalan dengan itu, seperti diberitakan Asia Inc., January 1999, Mark Moody, pimpinan senior salah satu perusahaan minyak terbesar dunia Shell memutuskan untuk memanggil seorang pendeta Buddha terkemuka guna memberikan terapi spiritual kepada 550 ekskutif perusahaan tersebut. Dia menyatakan bahwa langkah ini diambilnya untuk meningkatkan kinerja karyawan perusahaan.

Dr. Gay Hendricks dan Dr. Kate Ludeman dalam buku The Corporate Mystic, secara lugas ingin menyatakan bahwa dalam era pasar global, Anda akan menemukan orang-orang suci, mistikus, atau sufi di perusahaan-perusahaan besar atau organisai-organisasi modern, bukan di wihara, kuil, gereja atau masjid. Dalam buku itu mereka menyatakan bahwa setelah bekerja dengan 800 orang eksekutif dalam 25 tahun terakhir ini, mereka mengajukan ramalan sebagai berikut: Para pengusaha yang sukses abad 21 akan menjadi para pemimpin spiritual. Mereka akan merasa nyaman dengan kehidupan spiritualnya sendiri dan akan tahu cara memupuk perkembangan spiritual orang lain. Para pengusaha yang paling sukses pada zaman sekarang ini telah mempelajari rahasia ini. Bagi mereka yang telah beranggapan bahwa spiritual adalah bukan bagian dari sebuah bisnis, hanyalah menipu diri mereka sendiri begitu pula dengan orang-orang disekitarnya. Menurut Hendricks dan Ludeman ada 12 ciri-ciri para Mistikus Korporat yaitu: Kejujuran Total, Fairness (Keadilan), Pengetahuan tetang diri sendiri, Fokus pada kontribusi, spiritualitas (Non-Dogmatik), Mencapai Lebih Banyak Hasil dengan Lebih Sedikit Upaya, Membangkitkan yang terbaik dalam diri mereka dan orang lain, keterbukaan terhadap perubahan, cita-rasa humor yang tinggi, visi jauh kedepan dan focus yang cermat, disiplin diri, yang ketat, dan keseimbangan. Kalau kita melihat ke-12 ciri-ciri tersebut adalah sebagian dari nilai-nilai yang dianjurkan dalam Syariah, yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Satu contoh lain yang dibahas oleh Masaaki Imai dalam bukunya Kaizen. Strategi Kaizen adalah konsep tunggal ada dalam manajemen Jepang yang paling penting – kunci sukses Jepang dalam persaingan-. Kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan semua orang – baik manajemen puncak, manajer maupun karyawan. Kaizen menghasilkan pemikiran berorientasi pada proses, karena proses harus disempurnakan sebelum kita memperoleh hasil yang disempurnakan.

Hal ini berlawanan sekali dengan pemikiran berorientasi pada hasil dari banyak manajer Barat. Konsep Kaizen ini adalah sesuai sekali dengan panduan Syariah seperti tertera dalam suatu atsar shahabat yang menyatakan merugilah seseorang itu apabila hari ini sama dengan hari kemarin, seyogyanya seseorang itu selalu memperbaiki dirinya lebih baik dari hari kemarin, dan bahwa hikmah syariah yang menyatakan bahwa suatu niat baik harus dilakukan dengan proses yang baik pula.

Juga sebagai contoh lainnya, seperti konsep-konsep kewirausahaannya Robert T Kiyosaki, dalam bukunya The Cashflow Quadran, Panduan Ayah Kaya Menuju Kebebasan Finansial. Ada beberapa konsep-konsep pemikirannya yang sesuai dengan panduan syariah yang membawa seseorang kepada ”The ultimate state of independence – which is independence only upon Allah”, kebebasa manusia dan cengkeraman kekuasaan manusia lain, harta, pekerjaan atau urusan dunia lainnya, dan hanya bergantung kepada Allah. Banyak kiat-kiat bisnis yang dilakukan Rasulullah saw, dan para sahabatnya dalam berbisnis yang membawa keberhasilan yang seimbang baik dalam usaha maupun kesejahteraan lingkungannya.

Kita melihat pula bahwa metode-metode konvensional yang diterapkan bisnis dan manajemen tersebut bukan jaminan 100% akan membawa pada keberhasilan. Dan terkadang keberhasilan yang diciptakan dengan mengorbankan keseimbangan lainnya.

Berpegang teguh terhadap prinsip idealisme Islam bukanlah keluar dari konteks profesionalisme. Bahkan, terkadang ketika kita memunculkan prinsip idealisme kita sebagai cerminan profesionalisme maka kita telah menciptakan core corporate kita.

Dikutip dari makalah Berbisnis Menuai Berkah Dengan Prinsip Syariah

Disampaikan dalam Acara Seminar Ekonomi Islam Forum Silaturrahmi Studi Islam Propinsi Jawa Tengah, 5 Juli 2008, STAIN Surakarta, Solo, oleh : Krishna Adityangga, SEI, Praktisi bisnis syariah, dan aktif dalam berbagai seminar dan diskusi ekonomi Islam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Solo Bersyar'i. Design by Pocket